SENI BERPIKIR & BERTINDAK POSITIF
Dadi Purnama Eksan
Kalimat
agung yang selalu tertanam dalam benakku hari ini agaknya sedikit terkikis “Hari
berat akan lewat” memang akan selalu menjadi kebenaran yang tidak ter-elakkan
lagi. Tapi, tidak boleh dipungkiri juga aku cukup kewalahan menghadapi hari-hari
berat ini. Perihal problematika yang terkadang butuh dijalani dulu, lalu
dipikirkan bagaimana solusinya. Namun, ternyata penyelesaiannya hanya tentang “keikhlasan”.
Keikhlasan untuk menerima kalau hal “buruk” itu memang harus menimpa diri.
Menerima dengan segenap keikhlasan kalau memang banyak hal yang terjadi diluar
kendali diri. Menerima dengan penuh keikhlasan bahwa tersakiti dan menyakiti
kerap menerpa diri, meski sudah berhati-hati. Mengingat bagaimana kuatnya hati
seorang Ibrahim ketika menerima ujian menemukan Tuhannya. Mengingat bagaimana
Muhammad ikhlas dicela,dicaci dan dimaki meski sedang menebar cinta dan membawa
cahaya. Lantas siapakah aku yang hendak selalu diterima, disukai, selalu dikelilingi
hal/orang baik? Sedangkan mereka manusia terpilih pun tidak luput atas kejadian
tidak menyenangkan tsb. Dunia bukan tentang aku, bukan milikku. Sehingga,
sangat mustahil untuk selalu menyenangkan, mustahil untuk selalu diterima,
mustahil untuk selalu tertawa dan bahagia. Ya, sepertinya ini mantra baru yang
aku dapati di awal usia baru ini. “Dunia bukan milikku”, aku hanya manusia
biasa yang hanya punya 2 tangan. Sehingga, tidak semua hal bisa aku genggam.
Perkara
kepelikkan kemarin, mungkin itu hanya cara semesta untuk membuat diri semakin
sadar kalau waktu terus berjalan, kita harus mencoba rasanya pahit agar mampu
menghargai manis. Perlu menerima kepayahan agar mampu bersyukur dengan
kesenangan. Begitulah kehidupan. Manusia hanya partikel kecil yang tidak
memiliki daya untuk mengatur segalanya. Tapi, aku yakin dan percaya, akal dan hati manusia mampu mengelola perasaan dan pikirannya untuk memilih bagaimana ia akan bertindak terhadap itu semua. Sehingga, aku memutuskan untuk meresponnya tidak dengan hal yang sama buruknya. Tentu banyak hal yang terjadi tidak
sesuai ekspektasi, tapi bukan semata untuk membuat perih hati. Melainkan untuk
diambil ibrah dari sana.
Memohon
maaf atas kesalahan dan kekhilafan meski sadar dengan betul tidak bersalah merupakan
awal dari besarnya jiwa dalam mengarungi kehidupan, merupakan salah satu wujud
dari lapangnya cara pikir menghadapi hati manusia yang terkadang kerdil
dipenuhi iri, caci dan dengki. Tapi, bukankah lebih agung kalau memohon maaf,
memaafkan lalu kembali hidup dengan sebaik-baik yang bisa diupayakan. Semoga
Allah mudahkan.
Barakallahu
fiikum
Komentar
Posting Komentar