Persembahan kepada Maret yang Kupercaya Akan Jauh Lebih Berat

 


Hallo, sudah lama sekali kita tidak bersua

Malam ini, dikamar kosan ku yang penuh dengan nuansa putih abu, Bersama deruan baling kipas angin yang selalu berputar 24 jam dan ditemani segelas coklat hangat, tulisan ini terangkai menjadi kalimat yang semoga bersamanya aku merasa tetap baik-baik saja.

Tidak akan ku sebutkan nama, tokoh atau peristiwa secara detail disini. Hanya sepenggal kisah dari perasaanku yang tidak bisa aku tepis, ada setitik luka baru disana.

Tentu ini bukan persoalan baru. Ini hanya persoalan waktu yang mengungkap bahwa betul kita tidak bisa mengontrol semua hal. Pikiran orang terhadap kita, Cara orang lain memandang kita, dan bagaimana orang lain menyikapi kita juga bukanlah hal yang dapat kita kendalikan sesuai yang kita inginkan.

Ini hanya persoalan waktu yang mengungkap bahwa benar kita tidak bisa dan tidak boleh berpikir bahwa semua orang yang kita anggap baik, memang akan terus baik pada akhirnya. Manusia makhluk yang dinamis, bisa saja kita segalanya hari ini. Namun, esok hari kita sungguh tidak berarti.

Ini hanya persoalan waktu yang mengungkap bahwa tidak boleh menggantungkan harap pada manusia, karena tentu manusia ada khilafnya, banyak salahnya, dan tidak sempurna. Tapi, bukan kesempurnaan yang dicari. Hanya keinginan untuk bertumbuh menjadi lebih baik dari kemarin, tanpa membandingkan diri dengan orang lain. Hidup dengan damai dan membumi bersama orang-orang pilihan, yang memang sudah Allah gariskan pada tempatnya, sebagai pengingat, sebagai teman dan sebagai kisah yang selalu layak dibawa serta ke masa depan menapaki hari demi hari.

Tapi, ternyata lagi-lagi aku terbelalak. Tidak semua manusia boleh aku stigma kan “baik” rupanya. Tetap harus mawas diri, bahwa menyakiti tidak jarang menjadi insiden yang sengaja atau tidak kerap melukai. Meski diri sudah sekuat hati menjaga agar tetap pada rutenya.

Tapi, ternyata dunia memang begini. Selalu berubah, berputar seolah membuat aku sadar dan terjungkal bahwa menjadi sendirian adalah jawaban yang paling aman. Kembali membangun tembok tinggi pada sosial, mengunci dengan rapat seolah membuat tapal batas yang sangat sulit dilewati. Ini tentu saja terus menjadi mekanisme pertahanan diri, penjagaan agar terhindar dari bertemu dengan orang-orang yang salah, tapi ternyata tetap Allah gariskan begitu rupanya. Mungkin sebagai pembelajaran dan pengingat bahwa manusia akan selalu diuji, dengan apapun bentuknya.

Sungguh tidak apa-apa. Dihadapan sana akan ada  jauh lebih banyak cobaan dan ujian kehidupan. Kecewa adalah teman yang hangat, yang kembali membuatku ingat bahwa perjalanan dibumi yang fana ini hanya sesaat. Tidak akan lama, hanya sebentar saja, dan mungkin tidak akan terasa. Tidak perlu lagi ada ketakutan dan kekhawatiran akan sendirian karena kita memang dilahirkan sendirian, dan akan kembali sendirian. Perihal yang sudah terjadi, tak apa. Muhasabah diri, semoga tidak menjadi seperti itu, semoga tidak menjadi sumber luka bagi orang lain, dan semoga menjadi jalan untuk mengubah posisi, mengambil alih peran yang selama ini kosong karena terlalu lama dibuai tawa.

Selamat malam

Selamat mendewasa

Selamat bertumbuh

Mari mengupgrade diri, supaya memiliki hati dan sanubari yang tidak henti menebar arti

Mari mengupgrade diri, supaya isi kepala dan isi hati tidak terbersit setitikpun benci

Mari belajar, supaya sadar bahwa dunia hanya sebentar

Mari muhasabah diri, barangkali menjadi jembatan bertemu kebaikan dan kesempatan yang selama ini sempat terlewatkan.

Kepada Maret yang akan lebih berat

Ayoo menjadi kuat😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu yang Baik Untuk Kisah Yang Pelik

Perihal yang tidak akan selesai

Ad-Dunya