Mari Menerima Realita
Pagi itu aku terbangun tidak pada pukul biasanya. Entah apa gerangan, tiba-tiba saja mata ku terbuka, pikiran ku kembali ke masa ketika aku tengah duduk dikelas 2 MA. Masa-masa yang kurasa adalah bagian terbaik yang pernah aku lalui di sepanjang 20 tahun hidupku. Malam masih tersisa 5 jam lagi, menuju jam bangun kebiasaan ku, ku coba untuk kembali memejamkan mata, ternyata aku tidak bisa. Aku terus saja melanjutkan pikiran yang mengembara menuju tahun 2019 yang lalu, ahh indah rupanya. Pertemanan menjadi satu-satunya yang kurasa tidak lagi kudapati hari ini. Orang-orang di sekelilingku yang selalu memberi pembelajaran dan pemahaman baru dalam hidup kala itu. Ahh, sial aku mengingatnya tanpa sengaja.
Orang yang sangat baik setelah kuingat-ingat. Aku ingat dulu kami sering bercengkrama, ngobrol tentang berbagai hal yang tidak jarang ada petuah-petuah darinya untukku, yang saat itu aku terima saja sebagai nasihat baik dari orang yang lebih tua. Ditambah dengan pergolakan batin akibat masalah-masalah keluarga yang sangat terasa berat saat itu. Dan dulu aku pikir aku tidak bisa mengatasi persoalan yang satu itu. Waktu sudah berjalan sejauh itu rupanya. Sekarang keadaannya tidak lagi sama, aku dan dia tidak lagi terlibat apapun, bahkan sekedar kontak ponsel misalnya, wkwkwk. Cukup menyedihkan, tapi kita tidak bisa memaksa keadaan, kan
Kudapati hari-hari beranjak pergi dari masa indah itu. Akupun menyelesaikan sekolah MA ku dan melanjutkan kuliah di kampus terbaik di Kota ini dengan jurusan pilihan ibu. Dulu, aku cukup keberatan dengan pilihan beliau, tetapi hari ini mampu aku jalani dengan penuh keikhlasan dan tanpa penyangkalan karena aku paham bahwa apa-apa yang diberikan untukku tentulah yang terbaik. Tapi aku tekankan butuh proses untuk bisa sampai pada tahap pemikiran ini, dan waktunya juga tidak sebentar.
Satu jam berlalu pasca bangun, ternyata pikiran masih ingin melanjutkan ini semua. Masih ingin mengingat-ingat peristiwa yang tentu saja tidak akan pernah terulang, tapi ya sudahlah rasa kantukku sudah menguap seperti kisah ini.
Waktu berjalan, rupanya takdir kembali meletakkan kita sebagai cerita saja. Dan aku sudah ada di semester 5, semester yang katanya sangat menguras energi dan air mata, canda ya ges ya wkwk. Aku senang sekali karena aku bisa bertahan sejauh ini. Aku bisa berjalan menapaki hari-hari perkuliahan bersama teman-teman yang aku dapati adalah orang-orang baik yang terus membuat aku belajar, entah belajar bersyukur, belajar menjadi seseorang yang lebih dewasa, dan belajar menerima bahwa ada bagian-bagian dalam hidup yang memang ditakdirkan hanya sebagai cerita saja, dibiarkan terletak di masa lalu, dan tidak bisa kita bawa ke masa depan. Ya, ini adalah bagian tentang kita, tentang kau dan juga aku yang selalu saja digariskan untuk nihil.
Terimakasih banyak atas pembelajarannya, meski itu semua terjadi di masa lalu. Terimakasih banyak atas hal-hal baik yang sempat kau bagi, semoga Allah membalasnya. Karena, tidak mungkin aku bisa membalasnya sedangkan kita bahkan tidak saling menyapa. Kini kenyataannya begitu kan. Mari menerima realita, bahwa tidak semua hal akan selalu indah akhirnya. Tidak semua cerita berakhir dengan happy ending, mungkin happy ending yang seharusnya adalah dengan begini adanya. Terakhir, mari menerima ini semua dengan lapang dada. Tidak ada yang benar-benar milikku, maka tidak layak aku sebut kehilangan.
Kupikir aku tidak lagi ingin tidur sama sekali, ternyata sekarang sudah pukul 04:00 aku memilih untuk bangun dan melanjutkan aktivitas seperti biasanya. Dan, ingatan ini aku letakkan saja disana, ditempat seharusnya karena tidak bisa aku bawa serta kemana-mana.
9/9/22
Komentar
Posting Komentar