For the Last February 21
Hai, rindu sekali rasanya bersua mencurahkan segala apa
yang aku rasa akhir-akhir ini setelah sepanjang Januari yang penuh haha-hihi hilang
ambisi. Malam ini, malam di bulan Februari tahun 2021 dan besok sudah di Maret.
Bukankah semuanya begitu cepat berlalu, right?
Bukankah baru kemarin kita mengukir impian dan resolusi
ditahun 2021, sebagai pertanda awal tahun yang penuh aroma harapan dan
perjuangan. Tapi, hari ini kita sudah dipenghujung bulan ke 2, tepat dihari
yang ke 58 ditahun 2021. Ah, sudahlah memang segalanya akan berakhir bukan?.
Memang segalanya harus terlewati, memang segalanya harus terjadi. Perpisahan,
pertemuan, Kedatangan, Kepergian, kehilangan, kekecewaan, Patah arang, hilang
harapan, bangkit, kembali merajut mimpi, membara dan terluka. Bukankah itu
memang siklus kehidupan yang suka tidak suka akan terjadi, meski kita tidak
ingin.
Semua itu adalah pertanda bahwa kita tidak bisa
mengontrol semuanya, meski semuanya ada dihadapan kita. Kita tidak bisa mendapatkan
kepastian bahwa semuanya bisa berjalan sesuai ekspektasi. Kita juga tidak bisa
memaksa keadaan selalu sama seperti apa yang kita rencanakan, karena memang
pada dasarnya kita hanyalah manusia, bukan Batman yang selalu baik-baik saja.
Mengenai perpisahan, bukankah segalanya memang harus
berakhir?. Bukankah memang tidak ada yang benar-benar akan selalu tinggal
bersama kita? Bukankah kita tidak bisa menahan seseorang untuk selalu ada
bersama kita, bukankah kita juga tidak bisa memastikan apakah seseorang akan
selalu bersedia tinggal bersama kita. Intinya yang ingin coba aku katakan
adalah jangan kecewa dengan perpisahan, karena memang pada akhirnya kita akan
kembali dalam keadaan sendirian. Kita lahir sendirian, dan akan kembali
keharibaan dengan sendirian. Maka, jangan bergantung kepada orang lain,
berdirilah, berdikari lah, berjalanlah meski sendirian.
Pertemuan memang menyenangkan, seseorang datang dengan
menawarkan kebaikan, kebahagiaan, keceriaan, ambisi, inspirasi, dan cerita
kehidupan yang seolah sangat menggiurkan. Tidak ada salahnya memang, kau boleh
menghampirinya, menerimanya sebagai tamu kehidupan, ambil pelajaran berharga
yang bisa kau petik dari hadirnya dalam hidup mu, kau bisa menjadikannya teman.
Jangan terlalu berbesar hati atas hadirnya, karena siapa yang tau kau hanya
sebagai pelampiasan nya di waktu uang nya saja, atau bahkan teman kala sepinya
saja. Namun ingat, segalanya memang akan berakhir bukan? Segalanya akan
berakhir, meski kau tak ingin, segalanya akan berkesudahan meski kau sangat tak
suka itu. Maka sewajarnya saja menanggapi yang datang bertamu dalam hidupmu,
tidak ada jaminan mereka akan selalu tinggal.
Kita tidak bisa memilih siapa saja yang akan bertemu
kita. Tapi kita bisa mengendalikan respon kita terhadap mereka yang datang.
Akankah kita menerimanya dengan lapang dada, berbesar hati dan berharap ia akan
selalu tinggal. Atau hanya mengganggap nya biasa saja, sebagai salah satu
bentuk algoritma kehidupan yang memang bukan ranah kita untuk kita atur.
Ini hanyalah sebagai pengingat bagi diriku untuk tidak “over”
dalam menanggapi siklus kehidupan. Kepergian, kedatangan, perpisahan dan
kesemuanya itu memang sudah seperti paket legkap, komplit dan tak terpisahkan.
Sama halnya seperti kacang dalam bakpau kesukaanku. Tidak bisa di elak meski aku
tak suka. Maka, butuh sedikit rasa “easy going” untuk menerima dan menjalani
kesemuanya itu dengan segenap keikhlasan. Semoga aku bertumbuh menjadi manusia
yang mampu mengartikan fase-fase itu dengan baik, menerimanya dengan baik,
mengikhlaskan semuanya dengan baik dan belajar dari segala apa yang aku alami
itu dengan baik. Untuk mu dan juga aku, yang entah bagaimana mulanya bisa
seperti ini. Sampai bertemu dititik terbaik, setelah mimpinya telah ku rengkuh dan takdir masih ada untuk kita. Bersabarlah!
Komentar
Posting Komentar