Aku adalah Aku


Hai. Selamat Malam🤗

Lama aku tidak bersua dengan kalian para view-ers blog ku yang diem-diem mantengin tulisan recehku Hahahaha, hayoo ngaku. Aku tau jumlah view ku semakin nambah. Tapi, aku gatau siapa aja yang memview atau bahkan membaca tulisan-tulisan ku yang sebetulnya mengisi waktu kegabutan ku saja. Wkwkwk Semacam pelarian gitu, yaampun nyesek🤭

Sekarang udah Februari ya guys, udah tanggal 3 lagi. Yaampun padahal baru kemarin kita haha- hihi di januari. Apa saja yang telah dilakukan di Januari? Sudahkah berprogres lebih baik? Hehehe gapapa kalo masih banyak rebahannya, masih banyak moody-an nya yang penting tetap terus berupaya dan berikhtiar memperbaiki diri ya gaes. Jadi di tulisan kali ini aku mau cerita soal liburan kuliahku selama 35 hari yang tinggal tersisa beberapa hari saja. Sebetulnya cukup terasa cepat berlalu, karena tidak ada perjalanan serius yang aku tempuh dimasa liburan ini.

Tulisanku yang sebelumnya tentang Sistem Pendidikan Finlandia belum aku lanjutin soalnya aku lagi sibuk ngurusin publishing artikel ku. Jadi monmaap yaa guys. Tapi pasti aku lnjutin, bukan untuk kalian sebetulnya tapi untuk diriku sendiri biar inget kalo aku udah baca buku itu wkwkwk

Liburan yang panjang namun terasa singkat ini separuhnya aku isi dengan mengikuti webinar-webinar dari berbagai pihak. Ada yang dari Perpustakaan Nasional, Webbinar Penguatan Literasi Pelosok Negeri dan aku masih banyak lagi yang tidak bisa aku sampaikan disini. Aku sebetulnya suka dengan webbinar dari zoom, Gmeet, maupun kanal Youtube ini. Selain bisa dilakukan secara fleksibel juga bisa dilakukan sambil duduk dan ngemil hahhaaa maklum ya kalo doyan makan emang gitu. Menurutku abad sekarang ini tuh udah canggih sekali. Kita bisa bertemu dalam satu media Conference, liat mukanya bapak pemandu acara, mendengarkan materi yang disampaikan oleh pemateri selayaknya dalam satu ruangan, padahal kita dalam belahan dunia yang berbeda. Eh maksudnya tempat yang berbeda wkwk. Aku dirumah, dan ntu acara dimana-mana hahaa

Selain mengisi waktu kegabutan dimasa liburan dengan mengikuti webbinar, aku juga membaca banyak buku ebook dan beberapa buku fisik. Jadi tuh kemaren aku dah baca Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodoamat karya Mark Manson. Kalian tau nggak, itu buku bagus banget guys. Isinya membahas tentang manusia dewasa harusnya bisa mengontrol rasa pedulinya untuk hal-hal tertentu saja untuk meminimalisir rasa sakit hati. Dibuku itu juga kita dituntun untuk melihat persoalan kehidupan dalam perspektif yang berbeda. Kuncinya adalah kita musti menjadi diri sendiri. Kalian jangan salah kaprah sama kata “bodoamat” yang ada dijudulnya ya gengs. Karena maksudnya bodoamat itu bukannya mengarahkan kita untuk menjadi orang yang tanpa rasa empati dan tanpa rasa peduli. Tapi itu adalah kata untuk meminimalisir kecewa dan drama dalam kehidupan yang kerap terjadi. Karena manusia tu biasanya suka berspekulasi sendiri dalam otaknya, memicu timbulnya asumsi-asumsi seolah-olah dia tau isi kepala orang lain, atau apa yang dipikirkan orang lain terhadap dirinya. Owalah kayak cenayang aja ya wkwkwk

Dibuku itu juga aku seneng banget karena aku merasa tercerahkan. Manusia itu lekat dengan ketidaksempurnaan, jadi jangan maksa sok-sok an kayak Batman tanpa Cryptonite hahaha yang kalo terjun dari ketinggian paling tinggi ga bakal patah kaki, terus ditembak pakai pistol berkekuatan mutakhir gabakal kenapa-napa. Pokoknya sok-sok an Perfect gituh. Padahal nyatanya semua manusia itu ga ada yang sempurna. Jadi, terima saja ketidaksempurnaan itu dengan penerimaan paling ikhlas. Lalu introspeksi diri, berkaca dan belajar. Bukannya malah sibuk mengeluh-eluhkan kekurangan itu. Dan selain itu kita juga musti terbuka dalam berpandangan. Gapapa kalo kita berbeda dengan orang lain. Toh memang tidak ada orang yang sama persis didunia ini. Bahkan saudara yang dilahirkan dari ibu yang sama, ayah yang sama, dibesarkan oleh orang yang sama, dengan cara yang sama. Mereka tetap akan tumbuh menjadi pribadi dengan karakteristik yang berbeda. Well, kayak aku ke mbak ku lah kira-kita. Eh kayak kalian ke saudara kalian juga.

Kita tidak bisa mengatur pandangan, penilaian dan perlakukan orang lain terhadap kita. Tapi kita bisa mengatur respon kita terhadap mereka. Apakah kita mau menanggapinya dengan rasa sakit hati mendalam, atau cuek bebek, atau bahkan tidak perduli sama sekali karena kita anggap itu hanyalah “toxic people” yang tidak menjanjikan kebaikan apapun jika kita berlarut-larut didalamnya.

Dan satu hal lagi yang aku dapatin dari buku itu guys, jadi tuh dibuku itu kita bisa belajar kalau sebetulnya kita kerap keliru dalam pikiran kita sendiri. Kita terjebak asumsi yang kita ciptakan sendiri. Kita terkurung dalam pikiran kita yang selalu mendelusionalkan keagungan, kesempurnaan dan ekspektasi-ekspektasi yang pada realitanya membuat kita kecewa sendiri.

Kita memang harus menampilkan dan mengusahakan yang terbaik sebaik yang bisa kita lakukan. Namun tetap saja, kita manusia, bukan batman hahahaa. Jadi, kalo misalnya dalam pelombaan atau kompetisi, gapapa nggak menang yang penting kita melakukan yang terbaik sebaik yang bisa lakukan, dan lagi sebetulnya kehidupan ini tidak ada pemenang mutlak. Yang ada hanyalah orang yang terbaik versi mereka dan pecundang- Ya, pecundang, orang yang mengganggap berbeda itu adalah hal yang menyeramkan, orang yang menganggap kalah adalah ketidaknormalan, orang yang menganggap pikiran dan pandangan yang tidak sama adalah keanehan.

Buku itu benar-benar menjadikan pikiran ku sebelumnya itu benar. Karena aku anak yang cenderung suka meng-elaborasi pengetahuan. Sebelumnya juga aku sempat menuliskan pandangan ku mengenai ketidaksamaan antar individu yang bunyinya begini “ Tidak ada perbandingan antara Jagung dan padi. Jagung ya jagung. Padi yaa padi. Kita tidak bisa membanding-bandingkan jagung dengan padi meskipun keduanya sama-sama mengandung karbohidrat” dan lagi yang sudah sangat fenomenal menurutku yang membuat kita harusnya terbuka dalam keberagamaan, ketidaksamaan dan ketidaklaziman. “Jangan mengukur baju kita pakai ukuran badan orang lain” yaa ga bakal PAS kan wkwkwk

Buku itu benar-benar menjadikan “ Aku adalah Aku” hahahaa.

Budaya menjustifikasi orang lewat fisik masih mengakar kuat rupanya, makanya butuh rasa sedikit “bodoamat” untuk sebaliknya mengatakan “Apa pedulimu, kita manusia bukan Batman tanpa Cryptonite”. Dan gausah peduli ya Sovi kalo ada yang bilang. Uuuuh si pesek berkacamata hahaaa.

Dadah !🌺

Jumpe lagi🍁

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu yang Baik Untuk Kisah Yang Pelik

Perihal yang tidak akan selesai

Ad-Dunya