~SISTEM PENDIDIKAN FINLANDIA~

Jumat, 8 Januari 2021

Hari yang menyenangkan!

Sebuah paket mendarat dari Gramedia Pustaka menuju kediaman ku, di sebuah kota kecil, yang cukup bisa dibilang berkembang karena rata-rata masyarakatnya sudah banyak yang mengaplikasikan belanja online dan terbilang tidak lagi terlalu kuno untuk ukuran menggeser fitur gawai, setidaknya itu yang terjadi di sekitaran tempat tinggal ku.
 2 buah buku yang sangat membuat hatiku gembira. Bukan pasal buku nya apa, melainkan aku memang menyukai buku, sama seperti dulu sejak kau mengenalku wkwkwk

Sistem Pendidikan Finlandia, catatan dan pengalaman seorang Ibu karya Ratih D. Adiputri, dan buku Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat karya Mark Manson. Buku yang sudah terbit 2 tahun lalu itu, baru aku miliki sekarang, karena mengingat tidak mudah bagiku mendapatkannya. Harus melewati fase menabung yang keras,dan pengumpulan niat merayu ayah dan ibu yang butuh perjuangan hahaha. Tapi, aku senang aku bisa memiliki 2 buku itu sekarang.

Malam ini, aku niatkan dengan sungguh untuk membaca buku sistem Pendidikan Finlandia, yang cukup membuatku terpana selama ini. Bagaimana negara kecil ini, yang bisa dikatakan hanya seukuran Provinsi di Indonesia, memiliki angka literasi yang sangat tinggi, dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Sangat jauh panggang dari api, jika hendak dibandingkan dengan negeri ini ,eittss tapi kita harus sama-sama belajar dan membelalakkan mata agar kondisinya membaik kedepannya. Bukan malah hanya mengeluhkan keadaan tanpa upaya perbaikan.

Halaman – demi halaman aku baca dengan pelan, agar informasi yang aku dapatkan ini tidak tumpah ruah apalagi hingga hilang tak bersisa. Maka, aku putuskan untuk membuat jurnal kecil sebagai catatan pengingat semacam resume hasil membaca ku malam ini. Dan hasilnya aku lagi- lagi jatuh cinta dibuatnya. Draft kekaguman yang terukir disetiap huruf yang tertulis di jurnal kecil ku. Cukup menggambarkan betapa aku meletakkan banyak harap disana.

Mungkin aku terlalu kerdil jika hendak mengutarakan cita-cita agar bisa seperti Minna Canth (1844-1897) berkebangsaan Finlandia, seorang promotor penggerak kesetaraan gender, penulis perempuan yang sangat berpengaruh di Finlandia. Ah, bermimpi tidak pernah salahkan, toh masih gratis wkwkw

Di Finlandia mengusung konsep dan motto yang amat mulia menurut ku “ Pembelajaran Seumur Hidup ( Elinikainen Oppiminen). Sebuah statement yang menggambarkan secara konkret bagaimana negara Ini meng-cover semua masyarakatnya untuk menjadi pribadi pembelajar tulen. Konsep ini digusung mengingat zaman semakin berubah, semuanya berubah seiring berkembangnya waktu, dan manusia dituntut untuk adaptif. Semangat yang positif dan optimisme yang tinggi ini, semakin membuat aku rasa nya sangat ingin menjejakkan kaki ke sana, menikmati helaan napas dinegeri dengan sistem pendidikan terbaik, bersama masyarakat pembelajar, dan sangat ingin bisa belajar lalu berkontribusi memajukan pendidikan negeri ini, meski mungkin tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ah, semoga munajat panjang ini seperti dadu bermata 6 yang bertuliskan kata “Aamiin”.

Semakin lama, lembar halaman semakin banyak yang telah ku baca. Lagi-lagi fakta mencengangkan dan mengagumkan yang berpadu dalam detik, menit dan jam yang telah ku habiskan bersama buku ini.
Finlandia, negara yang sangat peduli terhadap kemampuan masyarakatnya. Setiap masyarakatnya berhak atas pendidikan yang layak, tidak peduli siapapun mereka, anak siapa, bagaimana latar belakang ekonomi keluarganya. Sangat jauh berbeda dengan pendidikan di negeri ini yang menunjukkan ketimpangan dengan sangat jelas, dimana anak yang tidak berkecukupan, ditambah lagi tidak ter-deteksi batuan pemerintah, maka tidak dapat melanjutkan pendidikan. 
Di Finlandia, setiap anak mendapat pendidikan, meski ibunya seorang pembantu dan ayahnya sopir truk. Karena disini, untuk bekerja sebagai pembantu dan supir truk pun harus melewati serangkaian pelatihan. Untuk menjadi sopir truk, dibutuhkan sertifikat hasil pelatihan, tidak hanya sekedar mampu menyetir dan mengendarai truk bermuatan dijalanan saja, tetapi mereka akan dilatih bagaimana ilmu pelayanan (Customer Service), Ilmu hitung matematika dan akuntansi dasar, harus pandai berbahasa Inggris dasar, mampu mengoperasikan mesin-mesin seperti bagaimana penggunaan mesin truk, dan alat-alat elektronik. Jadi, sangat tidak Apple to Apple jika mendengar pekerjaan sopir truk di Finlandia akan sama definisinya dengan sopir truk di Indonesia.

Sama halnya dengan pekerjaan pembantu, di Finlandia untuk menjadi pembantu harus memiliki kualifikasi khusus, seperti kemampuan memasak, kemampuan mengasuh, mengajar, mencuci yang tentu saja harus pandai mengoperasikan mesin-mesin alat rumah tangga, mampu berbahasa Inggris dasar, seperti kalimat-kalimat penggunaan alat, dan kemampuan itu semua didapat dari pelatihan yang pada akhirnya mengantarkan mereka pada ahli profesi dan mendapat sertifikat. Dan bahkan, jangan dibayangkan jika pembantu disini adalah pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat melarat sebagaimana terjadi di Indonesia, karena pembantu di Finlandia bahkan bisa berlibur 2-3 hari dalam beberapa bulan untuk berekreasi bersama keluarganya.

Sudah terbayangkah kalian, bagaimana konsep negara kecil ini mengayomi masyarakatnya dari segi penyejahteraan kemanusiaan. Lantas, terpikirkan oleh kita bagaimana guru, dosen, polisi, pengacara dan pekerjaan-pekerjaan lainnya di kualifikasikan. Jika pembantu dan sopir truk pun memiliki keahlian tersertifikasi?

Ternyata di halaman kesekiannya, aku kembali terkagum. Finlandia si negara kecil ini memiliki akses yang sangat maju dan modern dalam pelayanan masyarakatnya. Disini, jangan dibayangkan kalau pendidikan formal maupun nonformal, pelatihan, kursus dan kegiatan—kegiatan lainnya didapat dengan harga yang fantastis. Tidak sama sekali, disini masyarakatnya mendapat semua itu dengan gratis, tidak terbatas usia, apalagi latar belakang ekonomi.
Perpustakaan tidak menjadi tempat menyeramkan seperti rumah hantu yang tidak memiliki pengunjung, melainkan perpustakaan adalah tempat pusat kegiatan sosial terjadi. Didalam perpustakaan, jangan dibayangkan ada larangan berbicara, atau buku-buku tersusun dengan sangat rapi seolah tak pernah tersentuh. Ada banyak sekali kegiatan didalam perpustakaan, mulai dari anak-anak hingga lansia berkumpul disana. Anak-anak membaca dongeng bersama kelas mendongeng mereka, buku-buku, audiovisual, e-book yang bahkan dipinjam serta kan dengan gadget alias gawai canggih untuk mengakses e-book. Tidak hanya itu, di dalam perpustakaan pun akan ditemui ibu-ibu yang sedang asyik membaca buku resep diiringi gelak tawa, dan rumpa-rumpi khas ibu-ibu, para lansia yang membaca koran, anak-anak yang memainkan biola, viano, gitar dalam kelas bermain musik yang berada di ruangan sedikit tertutup, kelas fotografi, menari dan merajut pun ada disini. Lagi-lagi sangat tidak Apple to Apple jika mendengar kata perpustakaan, kita masih membayangkan perpustakaan seperti keadaannya yang ada di Indonesia, yaitu tidak kurang dan tidak lebih sebagai tempat pengkoleksian buku saja.

Setidaknya itu pengantar yang bisa aku sampaikan malam ini. 

Besok akan kulanjutkan lagi. Semoga kita sama-sama sadar kalau pada akhirnya “Dunia berubah, tapi kita dituntut untuk adaptif”. Akan aku janjikan kelanjutan kekagumanku pada Sistem Pendidikan Finlandia, esok hari.

Bye !

Komentar

  1. Ulasan yang bagus, bahasa yang sederhana, lugas, mudah dipahami. Eksentrik nan enerjetik kayak yg nulis🤭

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu yang Baik Untuk Kisah Yang Pelik

Perihal yang tidak akan selesai

Ad-Dunya